Rabu, 26 September 2012

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2010



PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 13 TAHUN 2010

TENTANG


UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang :   bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Hidup;


Mengingat   :   1.   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

                       2.   Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :       PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP.


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.   Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

2.   Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut SPPL, adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL. 

3.   Pemrakarsa adalah penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

4.   Kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota adalah kepala instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/kota.

5.   Kepala instansi lingkungan hidup provinsi adalah instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup provinsi.

6.   Deputi Menteri adalah Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang amdal.

7.   Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.


Pasal 2

(1)  Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal wajib memiliki UKL-UPL.

(2)  Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat SPPL.


Pasal 3

(1)  Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL atau SPPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota berdasarkan hasil penapisan.

(2)  Penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan pedoman penapisan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 4

(1)  UKL-UPL disusun oleh pemrakarsa sesuai dengan format penyusunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.

(2)  SPPL disusun oleh pemrakarsa sesuai dengan format penyusunan sebagaimana tercatum dalam Lampiran III.

(3)  Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 5

Pemrakarsa mengajukan UKL-UPL atau SPPL kepada:

a.    kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, apabila usaha dan/atau kegiatan berlokasi pada 1 (satu) wilayah kabupaten/kota;

b.   kepala instansi lingkungan hidup provinsi, apabila usaha dan/atau kegiatan berlokasi:

1.   lebih dari 1 (satu) wilayah kabupaten/kota;

2.   di lintas kabupaten/kota; dan/atau

3.   di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota; atau

c.    Deputi Menteri, apabila usaha dan/atau kegiatan berlokasi:

1.   lebih dari 1 (satu) wilayah provinsi;

2.   di wilayah sengketa dengan negara lain;

3.   di wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas; dan/atau

4.   di lintas batas Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain. 


Pasal 6

(1)  Pemrakarsa mengajukan UKL-UPL atau SPPL kepada kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

(2)  Kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri memberikan tanda bukti penerimaan UKL-UPL atau SPPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemrakarsa yang telah memenuhi format penyusunan UKL-UPL atau SPPL.

(3)  Kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri setelah menerima UKL-UPL atau SPPL yang memenuhi format sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan pemeriksaan UKL-UPL atau pemeriksaan SPPL yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh unit kerja yang menangani pemeriksaan UKL-UPL atau pemeriksaan SPPL.


Pasal 7

(1)  Kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri wajib:

a.    melakukan pemeriksaan UKL-UPL berkoordinasi dengan instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan dan menerbitkan rekomendasi UKL-UPL paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya UKL-UPL; atau

b.   melakukan pemeriksaan SPPL dan memberikan persetujuan SPPL paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya SPPL.

(2)  Dalam hal terdapat kekurangan data dan/atau informasi dalam UKL-UPL atau SPPL serta memerlukan tambahan dan/atau perbaikan, pemrakarsa wajib menyempurnakan dan/atau melengkapinya sesuai hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).  

(3)  Kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri wajib:

a.    menerbitkan rekomendasi UKL-UPL paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya UKL-UPL yang telah disempurnakan oleh pemrakarsa; atau

b.   memberikan persetujuan SPPL paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya SPPL yang telah disempurnakan oleh pemrakarsa.

(4)  Dalam hal kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri tidak melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau tidak menerbitkan rekomendasi UKL-UPL atau persetujuan SPPL dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), UKL-UPL atau SPPL yang diajukan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dianggap telah diperiksa dan disahkan oleh kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau Deputi Menteri.

(5)  Rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diterbitkan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 8

(1)  Rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a digunakan sebagai dasar untuk:

a.     memperoleh izin lingkungan; dan

b.     melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

(2)  Pejabat pemberi izin wajib mencantumkan persyaratan dan kewajiban dalam rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam izin lingkungan.


Pasal 9

(1)   Biaya penyusunan dan pemeriksaan UKL-UPL atau SPPL dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

(2)   Biaya administrasi dan persuratan, pengadaaan peralatan kantor untuk menunjang proses pelaksanaan pemeriksaan UKL-UPL atau SPPL, penerbitan rekomendasi UKL-UPL atau persetujuan SPPL, pelaksanaan pembinaan dan pengawasan, dibebankan kepada:

a.     Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pemeriksaan UKL-UPL atau persetujuan SPPL yang dilakukan di Kementerian Lingkungan Hidup; atau

b.     Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pemeriksaan UKL-UPL atau persetujuan SPPL yang dilakukan di instansi lingkungan hidup provinsi atau instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.


Pasal 10

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 11

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2010
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

PROF. DR. IR. GUSTI MUHAMMAD HATTA, MS


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

            ttd

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 231

Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,



Ilyas Asaad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar